Wednesday, January 29, 2014

iPod Dan Kesehatan
Telinga


Ketika di awal tahun '80an Sony memperkenalkan produk walkman, publik mulai mengenal sarana musicplayer portabel yang dapat dibawa kemana saja secara praktis. Istilah walkman selanjutnya menjadi istilah umum untuk sarana musicplayer seperti ini, walaupun di tahun-tahun berikutnya teknologi kembali membawa kita pada banyak produk seperti discman, minidisc, dan yang kini banyak digandrungi orang karena bentuk yang semakin mini dan fasilitasnya yang semakin praktis tanpa lagi memerlukan cd atau kaset, digital music player atau mp3 player.

Dari banyaknya produk-produk mp3 player ini yang paling merajai pasar belakangan adalah player yang dikenal dengan nama iPod. Eksistensi iPod yang penjualannya di tahun 2005 saja mencapai 14 juta item di seluruh dunia itu agaknya mulai menggantikan istilah walkman sebagai istilah umum untuk sarana pemutar musik digital ini.

Sama seperti produk-produk sebelumnya yang menggunakan headphone atau earphone yang dipasang tepat di telinga pendengarnya, tentu ada aspek kesehatan yang perlu dipikirkan bagi para penggunanya, karena tak seperti menikmati musik dari speaker besar, isolasi akustik dari earphone jelas meningkatkan resiko kerusakan indra pendengaran akibat jarak transduser yang tepat berada pada telinga, apalagi pada volume tinggi atau besar.

Mekanisme Kerusakan Pendengaran

Mekanisme anatomis pendengaran manusia dimulai dari suara yang masuk melalui saluran telinga (ear canal) dan menimbulkan getaran pada gendang telinga. Di dalam telinga tengah, tulang yang berikatan pada gendang telinga akan ikut bergetar dan memproduksi gelombang suara melalui telinga bagian tengah ke dua tulang pendengaran yang lain yang mengamplifikasi suara tersebut.

Tulang pendengaran ketiga selanjutnya akan menggetarkan bagian cochlea dari telinga bagian dalam. Cochlea yang berisi cairan dan memiliki sel-sel rambut yang sensitif terhadap frekuensi akan mengkonversi getaran gelombang suara pada sinyal-sinyal elektris yang diteruskan ke otak. Sel-sel yang merespon frekuensi tinggi terletak pada cochlea bagian luar, diikuti oleh suara berfrekuensi lebih rendah.

Semakin kuat suara, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menimbulkan kerusakan. Limit yang dipatok oleh OSHA (Occupational Safety & Health Administration) membatasi paparannya pada lingkungan kerja sekitar 90 desibel untuk periode 8 jam, namun banyak ahli yang berpendapat standar ini masih terlalu tinggi sehingga ada peraturan berbeda di berbagai negara untuk pemberlakuan pemakaian pelindung telinga.

Dua tipe kerusakan pendengaran yang disebabkan paparan terhadap suara keras adalah sensineural hearing loss dan tinnitus. Yang disebut pertama terjadi pada telinga bagian dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut pendengaran sehingga telinga tak merespon lagi frekuensi suara. Bila suara keras hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang dialami penderitanya.

Tinnitus belum dapat juga diobati secara sempurna, namun ada beberapa teknik dan penggunaan alat bantu yang bisa meminimalisasinya. Pendeknya, kerusakan pendengaran akan timbul ketika suara keras merusak sel-sel rambut pendengaran pada telinga bagian dalam tersebut, dengan perhitungan kerusakan sekitar 25 sampai 30 persen saja.

Speaker Vs. Earphone

Pada penggunaan loudspeaker, suara harus berjalan menempuh jarak tertentu sebelum mencapai telinga pendengarnya. Pada saat suara sampai, sebagian porsi frekuensi sudah terserap di udara. Suara berfrekuensi rendah sendiri tidak diserap sebanyak itu, namun biasanya lebih terasa melalui konduksi tulang.

Ini jelas berbeda dengan penggunaan earphone dimana telinga akan menyerap semua attenuasi suara akibat letak transduser yang ditekan langsung pada telinga. Maka pada level suara yang sama, earphone akan mentransmisi frekuensi yang lebih tinggi sehingga lebih mudah menyebabkan kerusakan. Teori lain mengatakan bahwa penggunaan earphone akan mengurangi sensitifitas terhadap level suara akibat adaptasinya terhadap suara keras.

Isolasi akustik earphone akan membuat pemakainya cenderung menaikkan volume pada batas resiko yang ada. Misalnya saja, pendengar biasanya cukup sulit membedakan suara pada batas 85 desibel dengan 100 desibel, sehingga ada baiknya untuk sering-sering mengistirahatkan telinga ketika menggunakan earphone sehubungan dengan waktu yang ditentukan dalam menyebabkan kerusakan tadi.

Sebuah studi dari Swedia menyebutkan bahwa level yang paling dianjurkan dalam exercise adalah sekitar 11/2 jam per hari dengan level setengah dari maksimum pada musicplayer umumnya.

Namun teori ini juga perlu dipikirkan lebih jauh mengingat sistem digital yang ada sekarang, seperti pada iPod tidak lagi memiliki patokan level suara yang sama seperti pada kaset atau compactdisc, dimana sebuah lagu bisa diperoleh dengan kapasitas suara berbeda-beda sesuai dengan besar bit yang dimilikinya, belum lagi jika terbentur pada masalah persepsi terhadap level suara yang berbeda bergantung frekuensi dan volume.

Volume Yang Dianjurkan

Periset menilai kecenderungan konsumen untuk menikmati lagu dari earphonenya dalam waktu lama yang beresiko terhadap kerusakan pendengaran dibanding paparan suara pada lingkungan sekitar yang cenderung dihindari. Begitupun, sebagian peneliti juga menyatakan bahwa iPod masih terlalu baru untuk dituding menjadi penyebab mengingat banyaknya faktor resiko lain yang lebih gampang menimbulkan paparan.

Dan, terlepas dari perbedaan kualitas sumber yang bisa meningkatkan frekuensi melalui lagu dengan kapasitas bit yang besar tadi, iPod tetaplah merupakan sarana pemutar musik dengan menggunakan earphone, sama seperti sekedar walkman kaset atau discman. Belum lagi mengingat semakin banyaknya penikmat tontonan melalui hometheatre yang menggunakan sarana earphone dengan alasan praktis dan tidak menimbulkan kerusakan sekitar ini.

Paparan suara melalui film berbasis suara digital, baik Dolby, DTS maupun THX itu oleh sebagian ahli dinilai lebih beresiko dalam tingginya frekuensi dibandingkan lagu-lagu pada umumnya, dengan tidak termasuk lagu berbasis bass berdentam seperti housemusic atau semua jenis heavymetal dengan lengkingan gitar berfrekuensi tinggi.

Jadi sepertinya satu-satunya kunci untuk menghindari gangguan pendengaran akibat suara keras dalam waktu lama ini tidak sampai berkembang menjadi kerusakan pendengaran adalah dengan menyiasati penggunaannya. ASHA menyimpulkan paparan per hari yang masih dianggap aman untuk penggunaan produk-produk ini adalah sekitar satu jam setiap pemakaian dengan volume yang tak lebih dari 60 persen rata-rata volume maksimal produk.

Sebagai salah satu sistem indera utama, telinga jelas memiliki batas resistensi yang tidak boleh dikompromikan. Adanya penemuan teknologi yang semakin maju seperti pemutar musik digital berbasis hiburan dengan kapasitas yang benar-benar mengedepankan sistem serba praktis ini tentu menyenangkan, selama tidak beresiko buruk terhadap kesehatan. Karena itu cara menyiasati penggunaannya adalah tindakan yang paling perlu diperhatikan, agar kita benar-benar dapat menikmati kemajuan teknologi tersebut tanpa rasa khawatir. (dr. Daniel Irawan)


:: iT iS nIcE tO bE iMpOrTaNt.. bUt mOrE iMpOrTaNt tO aLwAyS bE nIcE ::

No comments: